WASPADA LIMBAH BATERAI EV! Pakar ITB Desak Pemerintah Terapkan Aturan Wajib EPR & Battery Passport
Jakarta (nusaetamnews.com) – Indonesia makin gaspol soal Kendaraan Listrik (EV), tapi ada PR besar yang wajib diselesaikan segera: sampah baterai bekas!
Pakar industri otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, ngasih warning keras. Menurutnya, Indonesia harus segera membangun sistem pengelolaan baterai EV bekas yang kokoh dan berkelanjutan berbasis ekonomi sirkular.
Kunci utamanya ada pada regulasi yang kuat dan berbeda-beda, tergantung jenis kimia baterai (NiMH, NMC/NCA, atau LFP).
Regulasi Wajib yang Harus Segera Goal
Yannes mendesak Pemerintah segera mengunci dua aturan fundamental:
1. Extended Producer Responsibility (EPR)
Ini adalah skema yang mewajibkan produsen EV untuk bertanggung jawab menarik kembali (take back) baterai bekas yang sudah tidak terpakai.
“Artinya, sejak sekarang pemerintah perlu mengatur kewajiban produsen menarik kembali baterai bekas alias EPR… Produsen EV wajib menyediakan sistem pengembalian baterai bekasnya,” tegas Yannes.
Tujuan EPR adalah memastikan seluruh baterai bekas kembali ke rantai pengolahan resmi, bukan dibuang sembarangan (dumping).
2. Battery Passport
Regulasi ini diperlukan agar usia, asal-usul, dan riwayat baterai dapat dilacak secara digital. Battery Passport penting banget untuk menentukan:
- Kelayakan Second Life: Apakah baterai masih bisa dipakai sebagai penyimpanan energi (Energy Storage System/ESS)?
- Persiapan Daur Ulang: Mengetahui komposisi kimia sebelum diproses daur ulang.
Kolaborasi 3 Lapis Ekosistem (Pemerintah, Industri, Masyarakat)
Yannes menekankan bahwa ngurus limbah baterai ini butuh kerja sama seluruh stakeholder di tiga lapisan ekosistem:
| Lapisan | Pemangku Kepentingan Utama | Tugas Kunci |
| Hulu (Regulator) | KLHK, Kemenperin, ESDM, Kemenkeu. | 1. Tetapkan klasifikasi limbah baterai. 2. Kunci target recovery minimal logam penting (NiMH beda dengan LFP). 3. Larang pembuangan ke TPA. 4. Beri insentif fiskal untuk daur ulang. |
| Tengah (Industri) | IBC, Produsen EV/Baterai, PLN, Pertamina NRE, Perusahaan Daur Ulang. | Jalankan model bisnis EPR, jual beli black mass, manfaatkan baterai LFP untuk ESS, dan program tukar tambah baterai. |
| Hilir (Pengumpul) | Pemda, Bengkel, Bank Sampah, Konsumen. | Bentuk jaringan pengumpul yang efektif dan terstruktur. |
Regulasi Harus Kuat di Level UU/PP
Yannes mewanti-wanti bahwa aturan mengenai EPR dan Battery Passport tidak boleh hanya berhenti di tingkat Peraturan Menteri (Permen). Regulasi harus dinaikkan minimal ke level Peraturan Pemerintah (PP) atau Undang-Undang (UU) agar punya daya ikat kuat dan berlaku bagi semua pihak.
“Ini semua harus jalan serentak di tiga lapisan, pemerintah pusat sebagai regulator, industri sebagai pelaksana, Pemda dan masyarakat sebagai pengawas dan pengumpul. Kalau salah satunya bolong, seluruh sistem pengelolaan limbah baterai akan bocor,” tutup Yannes. (ant)