The Scenes: Gubernur Konten dari Borneo (Rudy Mas’ud)
Oleh: Tim Redaksi nusaetannews.com
Selalu ada aura yang berbeda saat bertemu sosok H. Rudy Mas’ud, Gubernur Kalimantan Timur. Bukan hanya karena jabatannya sebagai “orang nomor satu” di Bumi Etam, atau karena kini Kaltim menjadi sorotan dunia sebagai lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN). Tetapi, karena beliau punya vibe yang tidak terduga: seorang pemimpin yang santuy dan penuh canda.
Pertemuan saya dengannya kali ini terjadi di sela-sela peresmian program pemberdayaan masyarakat. Seperti biasa, suasana formalitas cepat mencair begitu Rudy Mas’ud mulai berbicara.
“Pak Rudy, kesibukan IKN ini pasti luar biasa ya. Bikin pusing?” tanya saya, mencoba memancing jawaban politis serius. Beliau tertawa renyah, khas gaya Balikpapan-nya. “Pusing sih pusing, tapi kalau dibawa pusing terus, ya nanti kerjanya enggak jalan. Harus ada selingan.”
“Selingan Bapak apa, Pak? Golf? Mancing?”
“Ah, itu mah biasa. Selingan saya sekarang itu, mengamati content creator,” jawabnya, nadanya misterius.Saya mengerutkan dahi. “Oh, Bapak mau jadi content creator juga?”
“Enggak, enggak. Saya kan sudah ada kerjaan. Tapi saya ini kan ‘Gubernur Konten’,” katanya sambil tertawa terbahak-bahak, mengulang julukan yang pernah ia lontarkan dengan bercanda kepada Gubernur lain di forum resmi.
Rudy Mas’ud kemudian bercerita tentang pengalamannya yang paling unik sekaligus lucu saat berkeliling Kaltim, jauh dari hingar-bingar Jakarta. Suatu ketika, saat melakukan kunjungan mendadak ke daerah pedalaman untuk meninjau infrastruktur jalan, mobil dinas beliau harus melewati jalur yang—katanya—lebih cocok untuk kompetisi off-road ekstrim.
“Jalannya itu, Mas, kayak bubur. Lumpur di mana-mana. Saya sudah pakai batik, klimis, sepatu kulit. Mau ketemu tokoh adat, kan, harus rapi,” kenangnya.
Tiba-tiba, mobil rombongan Gubernur terperosok dalam kubangan lumpur yang cukup dalam. Para ajudan dan staf panik. Pak Rudy, yang awalnya mencoba mempertahankan ketenangan, akhirnya memutuskan untuk turun. “Mau bagaimana lagi? Kalau nunggu bantuan, keburu malam. Saya bilang ke sopir, ‘Sudah, tarik saya!'”
Momen lucu pun terjadi. Rudy Mas’ud, dengan setelan batik berkelas dan celana bahan yang mahal, harus berjibaku di lumpur setinggi betis. Ia mencoba melompat ke sisi jalan yang lebih padat, namun terpeleset.
“Tangan saya langsung nancap di lumpur! Baju batik saya… ya Allah, langsung jadi motif baru. Motif lumpur Kaltim,” katanya, matanya berbinar menahan tawa. “Yang paling parah, sepatu kulit saya tertinggal di tengah kubangan!”
Ajudan dan warga yang melihat kejadian itu tak berani tertawa keras, tapi wajah mereka jelas menunjukkan rasa geli. Sang Gubernur, dalam kondisi berlumur lumpur, malah memberikan komando sambil bertelanjang kaki.
“Lucunya, Mas, setelah berhasil keluar dari kubangan, saya malah disambut oleh rombongan ibu-ibu PKK yang sudah siap dengan tarian penyambutan,” ceritanya sambil menepuk jidat. “Bayangkan, Gubernur datang dengan senyum, bertelanjang kaki, dan baju batik penuh lumpur. Mereka pasti bingung, ini Gubernur baru pulang dari mana? Mandi lumpur?”
Warga desa, alih-alih terkejut, malah langsung sigap membawakan air dan handuk. Suasana yang harusnya formal mendadak jadi sangat akrab dan kekeluargaan.
“Di situ saya sadar. Jadi Gubernur itu ya harus siap, mau di atas karpet merah, atau di tengah lumpur. Yang penting tujuannya tercapai. Tapi sejak saat itu, saya selalu bawa sepasang sendal jepit di mobil dinas. Antisipasi Red Carpet versi Kalimantan Timur,” tutupnya, disusul tawa renyah dari kami semua.
Pengalaman unik tersebut bukan hanya cerita lucu. Ia menjadi cerminan bahwa dibalik sosok pejabat tinggi negara, ada manusia biasa yang bisa terperosok dan kotor. Dan yang paling penting, ia membuktikan bahwa koneksi paling sejati dengan rakyat seringkali terjadi saat formalitas dilepas, bahkan jika harus dengan baju batik berlumpur dan bertelanjang kaki. Itulah “The Scenes” dari balik layar kepemimpinan Rudy Mas’ud: Kerja serius, tapi nggak boleh kehilangan selera humor. ***