Tegas! Puluhan Izin Tambang Batu Bara di Kaltim Dibekukan, Isu Gagal Reklamasi dan Korban Jiwa Kian Panas
SAMARINDA, nusaetamnews.com. Bisnis batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan tajam setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil tindakan tegas. Sebanyak 190 izin Perusahaan tambang mineral dan batu bara (minerba) di Indonesia, dengan puluhan di antaranya beroperasi di Kaltim, telah dibekukan sementara. Sanksi ini dijatuhkan lantaran perusahaan-perusahaan tersebut dinilai abai terhadap kewajiban lingkungan, terutama dalam hal Jaminan Reklamasi (Jamrek)
Kebijakan yang tertuang dalam Surat Dirjen Minerba per 18 September 2025 ini menyoroti buruknya tata kelola pertambangan. Perusahaan yang terkena sanksi dilarang melakukan aktivitas produksi hingga kewajiban lingkungan dipenuhi.
Jerat Lingkungan dan Korban Lubang Tambang
Pembekuan izin ini seolah menjadi puncak gunung es dari masalah lingkungan yang akut di Kaltim. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim menyebut tindakan ini hanyalah “drama birokrasi” tanpa disertai transparansi dan penegakan hukum pidana yang serius.
Data JATAM mencatat, sejak tahun 2011 hingga 2025, sudah 49 korban jiwa meninggal di lubang-lubang bekas tambang batu bara yang dibiarkan menganga di Kaltim, dengan 27 kasus di antaranya terjadi di Samarinda. Terbaru, kasus tenggelamnya seorang warga di lubang tambang di Samarinda pada akhir September lalu menambah daftar panjang tragedi tersebut. Lubang-lubang ini—yang seharusnya direklamasi—kerap berlokasi dekat permukiman warga, menjadi mesin pembunuh yang terus mengancam keselamatan.
Tekanan Ekonomi dan Kriminalisasi
Di sisi lain, sektor batu bara Kaltim yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah, juga sedang menghadapi tekanan global. Harga komoditas yang melorot akibat melemahnya permintaan global dan melimpahnya stok emas hitam, mulai menimbulkan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi hingga ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran
Selain itu, konflik agraria dan kriminalisasi terhadap warga yang menolak aktivitas tambang juga masih terjadi. Eksploitasi yang digenjot perusahaan, meskipun di tengah melemahnya pasar, diklaim untuk mengejar target produksi demi menjaga pendapatan negara dan citra perusahaan. Namun, dampaknya berupa banjir, longsor, jalan rusak, dan pencemaran air/udara justru ditanggung langsung oleh masyarakat lingkar tambang.
Kasus Korupsi dan Desakan Transparansi
Permasalahan ini semakin diperkeruh dengan adanya kasus-kasus dugaan suap terkait pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kaltim. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami kasus gratifikasi IUP, yang menunjukkan adanya praktik kolusi di tingkat birokrasi. JATAM Kaltim mendesak pemerintah untuk melakukan audit menyeluruh, bukan hanya pembekuan sementara, serta menuntut transparansi dana Jamrek yang telah disetor oleh perusahaan. Tanpa proses hukum pidana dan keterlibatan masyarakat, langkah tegas pemerintah dinilai tidak akan memberi perlindungan nyata bagi rakyat Kaltim yang menjadi korban. (SW)