Sisi ‘Cuan’ dan Perubahan Sosial-Ekonomi
Industri sawit di Paser itu udah ada sejak tahun 1980-an dan jadi sektor dominan yang menyumbang besar ke PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) daerah. Buat petani, sawit adalah
komoditas primadona.
Peningkatan Pendapatan: Petani sawit (terutama yang punya lahan lumayan) dilaporkan punya rata-rata pendapatan yang jauh lebih baik dibanding pekerjaan sebelumnya. Ada data yang menunjukkan rata-rata pendapatan petani sawit bisa berkisar Rp 5 juta sampai Rp 7 juta per bulan, yang secara signifikan meningkatkan kemampuan ekonomi rumah tangga.
Akses Pendidikan & Kesehatan: Peningkatan penghasilan ini membuka akses lebih baik ke pendidikan tinggi buat anak-anak mereka dan juga pelayanan kesehatan yang lebih terjamin.
Perubahan Struktur Sosial: Masuknya industri sawit juga menciptakan strata masyarakat baru. Di desa-desa, status sosial kini lebih didasarkan pada privilege (misalnya punya lahan sawit yang luas atau jadi bagian dari perusahaan) ketimbang sekadar power tradisional.
Program Bantuan Replanting (Peremajaan): Petani sawit Paser aktif memanfaatkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dari pemerintah. Program ini memberikan bantuan dana per hektare untuk mengganti tanaman tua yang tidak produktif, yang artinya membantu menjaga stabilitas pendapatan jangka panjang petani.
Mendorong Korporasi Petani: Pemerintah juga mendorong petani sawit untuk bergabung dalam koperasi agar punya posisi tawar yang lebih kuat dalam menentukan harga jual Tandan Buah Segar (TBS).
Tantangan Berat yang Dihadapi
Meskipun sawit menjanjikan cuan, pemilik kebun sawit (terutama petani rakyat) di Paser juga menghadapi sejumlah isu pelik:
Konflik Lahan & Kriminalisasi, Isu yang paling sering mencuat adalah konflik antara masyarakat lokal/petani rakyat dengan perusahaan perkebunan besar (termasuk BUMN). Dugaan Perampasan Hak Tanah: Banyak kasus terjadi di mana warga berjuang mempertahankan hak atas tanah mereka yang diduga dirampas atau dikuasai perusahaan tanpa proses pembebasan lahan yang sah. Intimidasi & Kriminalisasi: Aksi perjuangan warga ini seringkali dibalas dengan tindakan intimidatif hingga kriminalisasi oleh perusahaan. Warga bisa ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang dilaporin perusahaan. Ini menciptakan tekanan psikologis besar bagi masyarakat.
Terdampak Industri Lain (Tambang)
Di Paser, kehidupan petani sawit juga terancam oleh industri lain, yaitu tambang batu bara.
Lahan Rusak & Gagal Panen: Aktivitas tambang bisa merusak kebun sawit. Lahan petani bisa terendam atau berubah menjadi kolam/lubang tambang, membuat kebun tidak bisa dipanen.
Pencemaran Limbah: Kebun sawit juga terdampak limbah dan overburden (OB) atau tanah penutup dari kegiatan tambang. Limbah ini bisa membuat sawit menguning lantas mati.
Isu Keberlanjutan & Lingkungan: Peremajaan Butuh Biaya Tinggi: Peremajaan tanaman sawit yang sudah tua (agar tetap produktif) membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Ini jadi persoalan besar bagi petani rakyat atau smallholders yang kemampuan ekonominya terbatas, sehingga perlu bantuan pembiayaan eksternal (kredit). Dampak Lingkungan: Secara umum, pembukaan lahan sawit yang masif di masa lalu seringkali dilakukan dengan mengubah lahan hutan, yang berdampak pada ekosistem dan keanekaragaman hayati di Paser.
Secara keseluruhan, bagi pemilik kebun sawit di Paser, sawit adalah sumber kehidupan utama. Namun, mereka tidak hanya mengurus tanaman, tapi juga harus bernegosiasi dan berjuang di tengah dinamika besar industri, baik dengan perusahaan sawit itu sendiri maupun dengan dampak dari industri tambang yang juga masif di Kalimantan Timur. (sw)