Subscribe

Nyanyian Pilu Pesut Mahakam: Senja di Tengah Kabut Kepunahan

3 minutes read
18 Views

Ketika mentari menaungi permukaan Sungai Mahakam, sesekali bayangan halus muncul dan menghilang dalam kilasan perak. Itu adalah Pesut Mahakam, lumba-lumba air tawar yang menyimpan misteri dan keindahan, sekaligus membawa beban berat sebagai salah satu mamalia paling terancam punah di Indonesia. Jika Pesut dapat berbicara, mungkin ia akan menceritakan kisah pilu tentang rumah yang semakin sesak, air yang semakin keruh, dan nyanyian yang kian sunyi. Statusnya dalam daftar Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) adalah Kritis (Critically Endangered), satu langkah menuju kepunahan di alam liar.

Krisis Populasi: Hanya Tersisa Puluhan

Data terbaru dari Yayasan RASI dan Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan angka yang mengkhawatirkan: populasi Pesut Mahakam di habitat aslinya diperkirakan hanya tersisa sekitar 60 hingga 62 ekor per tahun 2024/2025. Angka ini bukanlah statistik semata, melainkan alarm keras tentang krisis ekologis yang mendera jantung Kalimantan.

Pesut Mahakam adalah sub-spesies endemik, artinya ia hanya dapat ditemukan di ekosistem Sungai Mahakam dan anak-anak sungainya. Sifatnya yang sulit berkembang biak—masa kehamilan mencapai 14 bulan dan hanya melahirkan sedikit anak sepanjang hidupnya—membuat spesies ini sangat rentan terhadap segala gangguan. Kelahiran yang terjadi tidak mampu mengimbangi tingkat kematian akibat ancaman yang datang silih berganti.

Ancaman di Setiap Arus

Setiap hari di sungai adalah perjuangan hidup bagi Pesut. Ancaman datang dari berbagai arah, sebagian besar dipicu oleh aktivitas manusia:  Jaring Ikan dan Alat Tangkap Ilegal: Kematian Pesut seringkali disebabkan oleh jeratan jaring ikan tak ramah lingkungan, di mana mereka terperangkap dan tenggelam karena tidak bisa naik ke permukaan untuk bernapas.

Lalu Lintas Kapal Tongkang: Sungai Mahakam adalah jalur transportasi vital untuk batubara dan kayu. Kebisingan mesin yang masif dan lalu lintas kapal yang padat mengganggu sistem navigasi sonar Pesut. Stres akibat kebisingan dapat menyebabkan mereka berpindah habitat ke kawasan yang kurang ideal, atau bahkan membuat mereka mati karena tekanan.

Degradasi Lingkungan: Pesut adalah indikator kesehatan sungai. Kualitas air yang menurun akibat limbah tambang, aktivitas perkebunan, dan polusi zat kimia (termasuk temuan mikroplastik) secara langsung meracuni Pesut dan merusak stok makanannya.

Penyusutan Habitat: Pendangkalan sungai, alih fungsi lahan di tepian sungai, serta perubahan hidrologi akibat deforestasi semakin mempersempit ruang gerak dan mencari makan Pesut.

Asa di Tengah Keputusasaan

Meskipun dalam kondisi genting, upaya penyelamatan terus digulirkan. Konservasi Pesut Mahakam kini berfokus pada pendekatan in-situ (di habitat asli) dengan melibatkan peran aktif masyarakat:

Zona Perlindungan Lokal: Sejumlah desa, seperti Desa Pela di Kutai Kartanegara, telah menetapkan Peraturan Desa (Perdes) yang melarang total praktik illegal fishing seperti setrum, racun, dan bom ikan. Daerah ini menjadi semacam suaka perikanan lokal yang melindungi ekosistem dan stok makanan Pesut.

Edukasi dan Ekowisata Berbasis Komunitas: Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) lokal aktif mempromosikan ekowisata ramah Pesut, yang membantu meningkatkan kesadaran publik sambil memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat untuk menjaga sungai.

Aksi Nyata Multisektor: Pemerintah pusat dan daerah didorong untuk bersinergi mengatur lalu lintas sungai, mengawasi pembuangan limbah, dan memastikan perlindungan kawasan konservasi dari aktivitas industri yang merusak.

Nyanyian Pesut Mahakam adalah panggilan terakhir untuk kita. Mereka bukan sekadar satwa langka, tetapi cerminan dari kesehatan Sungai Mahakam—urat nadi kehidupan Kalimantan. Menyelamatkan Pesut berarti menyelamatkan sungai itu sendiri, demi generasi mendatang. Tindakan konservasi harus menjadi gerakan kolektif. Jika lumba-lumba air tawar yang cerdas dan pemalu ini menghilang, kita akan kehilangan lebih dari sekadar spesies; kita akan kehilangan sebagian dari warisan alam dan budaya Indonesia yang tak tergantikan. Jendela waktu untuk bertindak semakin sempit. (setia wirawan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *