Menyelami Palung Hati Sang Jenderal: Sisi Humanis Prabowo Subianto yang Melampaui Panggung Politik
Prabowo Subianto Djojohadikusumo. Nama ini selama puluhan tahun selalu hadir dengan aura militer yang tegas, sorotan politik yang panas, dan citra yang kuat di mata publik. Namun, di balik seragam dan podium, tersembunyi sebuah dimensi yang seringkali luput dari headline utama: sisi humanis dan kepekaan emosional yang ia tunjukkan, baik dalam lingkup pribadi maupun tindakannya sebagai pemimpin.
Bukan sekadar gimmick politik, upaya untuk memahami Prabowo dari lensa kemanusiaan adalah tentang melihat seorang tokoh yang proses pembentukannya diwarnai oleh loyalitas, persahabatan, bahkan rasa kehilangan dan penerimaan.
1. Loyalitas Tanpa Batas dan Semangat Rekonsiliasi
Salah satu narasi humanis terkuat dalam perjalanan karier Prabowo adalah kemampuannya untuk berinteraksi dan menjaga hubungan, bahkan dengan mereka yang secara politik pernah menjadi rival terberatnya.
- Pembeda Jati Diri: Konsep humanis yang dianut Prabowo seringkali diartikan sebagai prinsip menempatkan kemanusiaan di atas konflik. Ia dikisahkan sangat menghargai yang lebih tua dan menghormati yang lebih muda. Dalam politik, ia kerap menekankan pentingnya rekonsiliasi sebagai pilihan utama saat dihadapkan pada konflik kemanusiaan.
- Kedekatan dengan Para Mantan Rival: Kisah kedekatannya dengan Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), menjadi legenda. Prabowo bahkan pernah dengan rendah hati menyebut dirinya sebagai “tukang pijatnya Gus Dur” saking akrabnya, bahkan diizinkan masuk kamar tidur pribadi Gus Dur. Hal ini menunjukkan kerendahan hati dan kesetiaan yang melampaui sekat formalitas kekuasaan. Kedekatannya dengan Megawati Soekarnoputri hingga Joko Widodo juga menggambarkan kemampuan move on dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas ego politik personal.
Sikap ini menegaskan bahwa bagi Prabowo, kompetisi politik adalah sebatas arena, sementara jalinan pribadi dan persatuan bangsa harus tetap menjadi pegangan utama.
2. Kepekaan Sosial dan Kebijakan Berpihak pada Rakyat Kecil
Citra tegas sebagai jenderal seringkali membayangi kepekaannya terhadap masalah fundamental rakyat kecil: papan (tempat tinggal) dan kehidupan layak. Dalam perannya di pemerintahan, isu perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) menjadi fokus utama.
- Komitmen Rumah Rakyat: Ia secara terbuka menargetkan pembangunan jutaan rumah layak huni bagi rakyat kecil, menjadikannya bagian dari upaya transformasi menuju Indonesia yang lebih sejahtera. Program-program seperti Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) yang berpihak pada MBR terus didorong.
- Mengutamakan Kinerja Nyata: Dalam peresmian program perumahan, ia sempat menyoroti pentingnya mengubah pola pikir pejabat, dari sekadar janji-janji menjadi kinerja nyata yang melebihi target. Sentuhan humanis ini terlihat saat ia berinteraksi langsung dengan penerima KPR, seperti seorang guru honorer atau cleaning service, dan memastikan bahwa mereka “mampu membayar angsuran” dengan bunga yang tetap rendah (pro-rakyat).
- Mendengarkan Aspirasi: Di tengah dinamika politik yang serba cepat, ia juga menekankan bahwa aspirasi masyarakat, bahkan dari aksi massa, harus didengarkan dan ditindaklanjuti, sekaligus mengajak masyarakat menyuarakan aspirasi dengan damai dan bergotong royong.
3. Pelajaran dari Kisah Pribadi dan Kesayangan pada Satwa
Sisi humanis Prabowo tidak hanya terlihat dalam kebijakan, tetapi juga dalam hal yang sangat personal dan sehari-hari, termasuk cara ia memperlakukan makhluk hidup lain.
- Filosofi Humanis yang Lebih Luas: Prinsip humanis Prabowo meluas hingga bagaimana ia memperlakukan makhluk hidup lain. Ia dikenal memiliki hobi berkuda dan menyayangi anjing. Namun, yang paling mencuri perhatian publik adalah kisah Bobby, kucing kampung kesayangannya.
- Bobby Si Kucing Kampung: Bobby yang ditemukan liar dan diadopsi, menjadi simbol yang efektif untuk mengangkat sisi lembut dan kebapakan Prabowo. Kisah ini menunjukkan bahwa di balik ketegasan seorang militer, ada jiwa penyayang yang menghargai kehidupan, bahkan pada seekor kucing jalanan.
- Masa-Masa Sulit: Kisah personalnya tentang masa diasingkan dari militer dan sempat harus tinggal di Yordania dan kesulitan memperpanjang paspor, menunjukkan bahwa ia juga pernah merasakan posisi “tanpa negara.” Pengalaman tersebut membentuknya menjadi sosok yang menghargai penerimaan dan kesetiaan.
Refleksi: Jenderal yang Belajar dari Kemanusiaan
Perjalanan Prabowo Subianto adalah cerminan kompleksitas seorang figur publik yang terus berproses. Dari seorang perwira tinggi militer, pengusaha, hingga politisi ulung, ia kini berupaya menegaskan bahwa kepemimpinan sejati berakar pada kepekaan dan pemihakan pada rakyat kecil.
Sisi humanis yang ia tampilkan—baik melalui kebijakan pro-rakyat, semangat rekonsiliasi, maupun cintanya pada satwa—adalah narasi yang menyeimbangkan citra macho yang selama ini melekat. Ia menunjukkan bahwa seorang pemimpin bisa bersikap tegas demi menjaga negara, tetapi juga harus hangat dan tulus dalam melayani rakyat dan menghormati setiap perbedaan. Pada akhirnya, sisi humanis ini adalah pelajaran penting bagi kita semua: bahwa di tengah kerasnya persaingan dan panggung kekuasaan, kerendahan hati, loyalitas, dan kepedulian tetap menjadi mata uang yang paling berharga. (sw)