Mengawal Ibu Kota Nusantara, Mengatasi Erupsi Sosial
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur adalah proyek ambisius yang diklaim sebagai upaya pemerataan pembangunan dan perwujudan “Indonesia Sentris.” Di tengah gempita kemajuan infrastruktur yang gencar diberitakan, Redaksi memandang perlu adanya sorotan kritis terhadap isu yang tak kalah krusial: dampak sosial dan munculnya masalah-masalah sosial di sekitar wilayah IKN. Pembangunan fisik boleh pesat, namun keberhasilan sejati sebuah Ibu Kota baru akan diukur dari kesiapan dan kesejahteraan sosial masyarakatnya, terutama penduduk lokal.
Ancaman Erupsi Sosial di Balik Megaproyek
Kehadiran megaproyek IKN telah memicu dinamika sosial yang cepat dan, sayangnya, cenderung mengarah pada masalah. Salah satu isu paling mendesak adalah konflik agraria dan terampasnya hak-hak masyarakat adat. Pembangunan infrastruktur telah menyebabkan penggusuran dan kekhawatiran penduduk adat seperti Suku Balik dan Suku Paser akan terusir dari tanah warisan mereka karena isu legalitas lahan. Pemerintah, melalui Otorita IKN, wajib memastikan bahwa proses pengadaan tanah dilakukan secara adil, transparan, dan menghormati penuh hak-hak adat, bukan sekadar janji di atas kertas.
Masalah lain yang mengkhawatirkan adalah derasnya arus urbanisasi dan potensi konflik sosial antar etnis. Ribuan pekerja dan pendatang membanjiri wilayah IKN dengan harapan mendapatkan pekerjaan, yang berujung pada peningkatan populasi secara drastis. Jika arus ini tidak dikelola dengan baik, kesenjangan sosial-ekonomi antara penduduk lokal yang mungkin kalah bersaing dalam hal keterampilan dan pendidikan dengan penduduk pendatang yang memiliki “keunggulan lebih” akan melebar. Kesenjangan ini adalah lahan subur bagi konflik sosial dan memicu fenomena culture shock pada masyarakat lokal.
Menuntut Perspektif ‘Manusia Sentris’
IKN dirancang sebagai smart forest city yang berwawasan lingkungan, namun aspek sosial-budaya sering kali terasa terabaikan. Pembangunan IKN tidak boleh hanya berfokus pada beton, baja, dan teknologi canggih. Ia harus memprioritaskan perspektif ‘Manusia Sentris’ (Human-Centric).
Untuk menghindari bencana sosial di masa depan, Redaksi mendesak Pemerintah dan Otorita IKN mengambil langkah-langkah konkret:
- Akselerasi Pengakuan dan Perlindungan Hak Adat: Segera selesaikan konflik agraria dengan landasan hukum yang kuat dan berpihak pada masyarakat adat. Libatkan komunitas adat secara aktif dalam perencanaan dan pembangunan, sesuai dengan janji untuk menjamin keberlangsungan kearifan lokal.
- Peningkatan Kapasitas Lokal: Latih dan sertifikasi tenaga kerja lokal secara masif agar mereka tidak menjadi penonton di rumah sendiri. Pastikan ada kuota yang signifikan untuk penduduk lokal dalam setiap lowongan pekerjaan IKN.
- Pengendalian Arus Penduduk dan Jaring Pengaman Sosial: Pemerintah daerah harus menyiapkan strategi mitigasi sosial yang komprehensif untuk mengelola lonjakan urbanisasi, termasuk penyediaan layanan kesehatan mental yang memadai untuk pendatang yang kecewa, serta pengawasan ketat terhadap praktik-praktik ilegal seperti prostitusi.
IKN adalah harapan kolektif untuk masa depan yang lebih adil dan merata. Namun, jika pembangunan hanya menciptakan kemegahan fisik di atas puing-puing penderitaan sosial, maka cita-cita Nusantara sebagai simbol peradaban baru bangsa akan gagal total. Tugas Otorita IKN bukan hanya membangun kota, melainkan juga merawat manusia dan tatanan sosial di dalamnya. Kegagalan mengantisipasi erupsi sosial adalah kegagalan proyek IKN secara keseluruhan. (setia wirawan)