Keluhan Korporasi Batubara di Kaltim: Terjepit antara Harga Jual Anjlok dan Biaya Produksi Melonjak
Kalimantan Timur, nusaetamnews.com : Pelaku industri batubara di Kaltim kini menghadapi tekanan ganda yang mengancam profitabilitas mereka. Pelemahan harga komoditas global terjadi bersamaan dengan peningkatan biaya operasional dan regulasi, menciptakan iklim bisnis yang semakin ketat dan berisiko.
I. Tekanan Penurunan Harga Global
Harga batubara global, setelah mengalami lonjakan signifikan di tahun-tahun sebelumnya, kini berada dalam tren pelemahan.
- Anjloknya Nilai Ekspor: Berdasarkan data BPS pada periode Januari–Mei 2025, nilai ekspor batubara Indonesia secara kumulatif anjlok sekitar 19,10% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Rerata harga batubara juga mencatat penurunan yang signifikan.
- Penyebab Utama: Pelemahan harga ini dipicu oleh situasi kelebihan pasokan global (oversupply), terutama karena Tiongkok dan India—pasar ekspor utama—justru mencatat rekor tertinggi dalam produksi batubara domestik mereka.
- Dampak pada Laba Perusahaan: Perusahaan-perusahaan batubara besar yang beroperasi di Kaltim telah melaporkan penurunan kinerja keuangan yang drastis, dengan beberapa emiten mencatat penurunan laba bersih hingga lebih dari 70% di semester I-2025.
Kenaikan Biaya dan Regulasi yang Memberatkan
Di sisi lain, biaya untuk menambang dan menjalankan operasional justru meningkat, memperparah posisi perusahaan.
- Sorotan Kebijakan HBA: Keluhan utama perusahaan adalah ketidakselarasan antara harga pasar internasional dengan Harga Batubara Acuan (HBA) yang ditetapkan pemerintah. Perusahaan merasa dirugikan karena harus menjual sesuai batas harga yang ditetapkan, yang terkadang tidak sejalan dengan biaya operasional yang tinggi.
- Biaya Kepatuhan Lingkungan: Adanya pengetatan regulasi dan sanksi terhadap kewajiban Jaminan Reklamasi (Jamrek) dan Pasca Tambang, meskipun didukung oleh perusahaan yang patuh, secara langsung meningkatkan beban biaya dan risiko denda bagi korporasi untuk memastikan kepatuhan.
- Peningkatan Permintaan Kontribusi: Terdapat pula usulan dari Pemerintah Provinsi Kaltim untuk menaikkan kontribusi CSR (Corporate Social Responsibility) per ton batubara. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan manfaat bagi masyarakat, usulan ini juga berarti tambahan biaya operasional yang harus ditanggung perusahaan di tengah kondisi harga yang sulit.
III. Konsekuensi Ekonomi dan Sosial
Kesenjangan antara pendapatan yang turun dan biaya yang naik ini membawa konsekuensi serius bagi ekonomi daerah dan tenaga kerja.
- Ancaman PHK: Penurunan kinerja sektor batubara memicu kekhawatiran akan lesunya ekonomi Kaltim secara keseluruhan dan mengancam terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Wakil Bupati Kutai Timur (Kutim) bahkan secara eksplisit meminta perusahaan tambang agar tidak menjadikan pekerja sebagai korban utama dalam menyikapi penurunan harga.
- Penerimaan Daerah Menurun: Penurunan harga batubara secara langsung berdampak pada penurunan penerimaan bagi hasil dari sektor tambang kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Kaltim, sehingga memengaruhi anggaran pembangunan daerah.
Meskipun dalam kondisi sulit, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta anggotanya untuk siap menghadapi ketidakpastian global dan mendorong dilakukannya transformasi menuju model bisnis yang lebih berkelanjutan. (one)