Geliat Paser di Era IKN: Bos Pariwisata Desak Pemkab ‘Move On’ dari Tambang!

TANA PASER – Kabupaten Paser di Kalimantan Timur memang dikenal tajir dari tambang dan sawit. Tapi, di tengah gempita pembangunan IKN, muncul suara lantang dari pengusaha lokal: Paser harus segera “move on” dan fokus pada investasi di sektor yang lebih long-lasting, seperti pariwisata dan ekowisata.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Sutarmono, pengusaha yang mengelola destinasi wisata baru di Paser. Menurutnya, meski Pemkab Paser sudah kelihatan effort-nya untuk mengundang investor non-tambang, masih banyak PR besar yang harus dibereskan.
Sutarmono mengakui, iklim investasi sudah ada perbaikan. Apalagi dengan adanya rencana penerbitan Raperda tentang Insentif dan Kemudahan Berusaha. Tapi, di lapangan, cerita seringkali berbeda. “Secara umum, semangat Pemkab untuk diversifikasi ekonomi sudah kelihatan. Itu angin segar buat kami,” ujar Sutarmono. “Tapi, tantangan terbesarnya itu ada dua: infrastruktur dasar dan birokrasi.”
Infrastruktur, terutama jalan menuju lokasi-lokasi wisata potensial, disebut masih jadi kendala utama yang bikin investor mikir dua kali. Selain itu, soal perizinan juga masih terasa ribet.”Investor butuh kepastian logistik dan kepastian hukum. Jangan sampai kami harus ‘lari’ ke banyak pintu untuk satu izin. Proses di DPMPTSP harusnya benar-benar satu pintu dan sat-set,” tegasnya.
Sebagai daerah tetangga IKN, Paser sebenarnya punya potensi besar untuk jadi destinasi pelepas penat bagi para pekerja dan penghuni IKN di masa depan. Namun, potensi ini belum ‘gas pol’.
Sutarmono mendesak Pemkab Paser untuk segera menyiapkan data sektoral yang akurat dan dokumen potensi investasi yang solid agar investor tertarik. Ia yakin, pariwisata dan ekowisata Paser—dari pantai, hutan, hingga budaya lokal—bisa jadi tulang punggung ekonomi baru.
“Kami butuh promosi yang mengubah mindset orang. Paser bukan cuma tambang, tapi juga destinasi wisata unggulan,” tambahnya.
Poin penting lain yang disoroti Sutarmono adalah kemitraan inklusif dengan masyarakat lokal. Di proyeknya sendiri, ia memprioritaskan penyerapan tenaga kerja lokal dan menggandeng UMKM untuk mengisi gerai-gerai makanan dan oleh-oleh. “Investasi yang baik itu harus inklusif. Tidak hanya bikin kaya pemodal, tapi juga mengangkat taraf hidup warga sekitar,” katanya. Ia juga mendukung penuh langkah Pemkab yang mendorong perusahaan besar (tambang/sawit) untuk wajib bermitra dengan UMKM di Paser.
Di akhir perbincangan, Sutarmono memberikan pesan tegas: “Harapan kami cuma kepastian dan konsistensi. Jangan sampai regulasi berubah-ubah. Pemerintah harus fokus ke sektor non-tambang karena di situlah keberlanjutan ekonomi Paser yang sesungguhnya.” Paser kini berada di persimpangan. Apakah akan terus bergantung pada ’emas hitam’, atau berani mengambil risiko untuk all out di sektor pariwisata dan ekonomi hijau? Waktu yang akan menjawab. (SW)