Subscribe

“Game Plan” Bontang: 5 Jurus Kunci Menuju Zero Kemiskinan Absolut

4 minutes read

Bontang, nusaetamnews.com : Target Zero Kemiskinan Absolut (terutama ekstrem) di kota sekaya Bontang adalah sebuah keharusan moral dan tantangan manajemen. Pemerintah dan semua stakeholder (terutama raksasa migas) harus mengubah fokus dari sekadar “mengobati” menjadi “mengubah sistem”.

Berikut adalah 5 game plan yang wajib diimplementasikan secara holistik, terintegrasi, dan berkelanjutan:

1. Data Clean-up Total: The One Data Policy

Masalah: Dualisme data (BPS vs. DTSEN/Kemensos) membuat Bansos salah sasaran.

Aksi yang Harus Dilakukan:

Verifikasi Faktual Door-to-Door 100%: Pemerintah Kota (Pemkot) harus total dalam program pendataan dengan Enumerator Berintegritas (seperti yang sudah dimulai). Hasil pendataan wajib disinkronkan dan dijadikan satu acuan tunggal (One Data).

Basis Data By Name By Address dan Desil Kesejahteraan: Data harus jelas by name by address dan dikelompokkan berdasarkan desil kesejahteraan (kelompok 1 paling miskin). Ini krusial agar intervensi bantuan (APBD, APBN, CSR) bisa super precise dan sesuai kebutuhan spesifik (bukan hanya bagi-bagi sembako).

2. Transformasi Tenaga Kerja: Skills Match dengan Industri

Masalah: Industri butuh skill tinggi, warga lokal skill-nya rendah. Pengangguran jadi pemicu kemiskinan.

Aksi yang Harus Dilakukan:

Pelatihan Vokasi High-Demand: Dinas Ketenagakerjaan wajib fokus pada pelatihan yang 100% match dengan kebutuhan industri migas, kimia, dan turunannya (misalnya: sertifikasi welding, K3, operator alat berat, scaffolding). Pelatihan harus menghasilkan sertifikasi internasional/nasional yang diakui perusahaan besar.

Guaranteed Internship dan Serapan Lokal (Regulasi Keras): Pemkot harus membuat Peraturan Daerah (Perda) yang mewajibkan perusahaan migas dan kontraktornya menyerap lulusan pelatihan lokal dengan kuota minimum yang jelas. Ini adalah win-win solution: perusahaan dapat skill yang mereka butuhkan, dan warga lokal mendapat pekerjaan berpenghasilan tinggi.

3. Mengoptimalkan Kontribusi Industri (CSR/TJSL Wajib Impactful)

Masalah: Kontribusi Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) seringkali parsial dan tidak terarah.

Aksi yang Harus Dilakukan:

Fokuskan Dana TJSL untuk Income Generating: Pemkot wajib membuat regulasi yang memaksa perusahaan mengalokasikan dana TJSL-nya untuk program yang income generating, bukan sekadar bakti sosial. Fokusnya harus ke:

   * Modal Usaha: Dana bergulir untuk UMKM di sektor non-migas/jasa.

   * Infrastruktur Dasar: Membiayai pembangunan rumah layak huni dan sanitasi di kantong kemiskinan (mengatasi masalah absolut).

Kolaborasi Model Triple Helix: Pemkot, Industri (Badak NGL, Pupuk Kaltim, dsb.), dan Akademisi harus duduk bareng merencanakan program kemiskinan secara terpadu. Baznas dan lembaga filantropi lainnya menjadi partner strategis untuk intervensi cepat bagi yang benar-benar ekstrem.

4. Program Peningkatan Pendapatan dan Perlindungan Inflasi

Masalah: Garis kemiskinan tinggi karena biaya hidup mahal, upah minim.

Aksi yang Harus Dilakukan:

Insentif Ganda (Cash Transfer + In-Kind): Pemberian insentif tunai (seperti program Rp300 ribu/bulan yang sudah ada) harus dipertahankan, ditambah dengan bantuan non-tunai (subsidi harga) untuk komoditas pokok, terutama bagi keluarga miskin ekstrem.

Pemberdayaan Sektor Non-Migas: Karena Bontang minim pertanian, Pemkot harus menguatkan sektor perikanan dan jasa maritim (sektor yang masih relevan dengan geografi kota) melalui teknologi dan rantai pasok modern, sehingga menjadi alternatif mata pencaharian yang layak.

5. Komitmen Regulasi dan Monitoring Jangka Panjang

Masalah: Program sering berubah seiring pergantian kepala daerah, tidak ada jaminan keberlanjutan.

Aksi yang Harus Dilakukan:

RPJMD yang Mengikat: Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah (RPKD) 2025-2029 harus diperkuat regulasinya agar mengikat semua OPD dan tidak bisa diubah seenaknya. Target Nol Kemiskinan di 2029 (seperti yang dicanangkan) harus jadi pakta integritas.

Monitoring Transparan dan Partisipatif: Lakukan monitoring kemiskinan secara transparan, melibatkan perwakilan masyarakat miskin, akademisi, dan media. Performance indicator keberhasilan harus diukur bukan hanya dari angka di BPS, tapi juga dari peningkatan kualitas hidup riil (akses sanitasi, rumah layak, dan gizi anak/stunting).

Bontang tak akan bisa benar-benar zero kemiskinan absolut jika kekayaan ngendon hanya di cerobong asap industri. Kekayaan itu harus disuntikkan langsung ke urat nadi perekonomian rakyat kecil, didukung data yang valid no debat, dan dijamin oleh regulasi yang memaksa semua pihak—terutama korporasi—ikut bertanggung jawab. Kekayaan Migas harus jadi blessing, bukan kutukan ketimpangan. (tim redaksi nusaetamnews.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *