BONGKAR KODE CINTA GEN Z SAMARINDA: SITUATIONSHIP, SOSMED, & STANDAR REALISTIS VS GENGSI
Samarinda, nusaetamnews.com : Ibu Kota Kalimantan Timur ini bukan cuma ramai dengan hiruk-pikuk batu bara dan geliat pembangunan. Di balik lanskap kotanya, ada drama percintaan ala Gen Z yang sedang bersemi, atau mungkin… malah lagi situationship. Generasi yang lahir di era digital ini membawa buku aturan kencan yang sama sekali baru. Bukan lagi soal PDKT berbulan-bulan, tapi tentang validasi, fleksibilitas, dan standar pasangan yang terpengaruh kuat oleh media sosial.
Tim Dept News nusaetamnews.com mengupas tuntas apa yang sebenarnya dicari Gen Z Samarinda saat mereka mencari someone special.
1. Situationship: Zona Nyaman Tanpa Status Jelas
Tren kencan paling mendominasi di kalangan Gen Z Samarinda (dan secara global) adalah Situationship. Istilah ini merujuk pada hubungan tanpa status resmi, berada di antara pertemanan dan pacaran, namun tanpa komitmen yang jelas.
Kenapa Situationship Jadi Pilihan?
Trust Issues: Banyak Gen Z yang tumbuh dengan pengalaman emosional rumit atau pernah melihat keretakan hubungan. Daripada sakit hati karena komitmen yang gagal, mereka memilih jalur yang lebih aman dan low-risk.
Fleksibilitas: Hubungan ini menawarkan ruang gerak yang bebas. Tidak ada tuntutan, tidak ada tekanan untuk masa depan. Cocok dengan gaya hidup Gen Z yang serba cepat dan fokus pada pengembangan diri.
Aplikasi Kencan & Sosmed: Kemudahan terhubung lewat aplikasi dan media sosial mempercepat kedekatan virtual, seringkali berujung pada rasa nyaman tanpa perlu kepastian.
Quotes Gen Z Samarinda: “Lebih enak situationship sih, nggak ribet mikirin status. Kalau cocok ya jalan terus, kalau nggak ya nggak perlu drama putus. We’re just vibing aja.”
2. Selektif Ala Media Sosial: Throning dan Standar Visual
Media sosial adalah dating coach sekaligus kurator pasangan bagi Gen Z. Mereka terpapar terus-menerus pada ‘pasangan ideal’ yang terkadang tidak realistis, membuat mereka lebih selektif.
Standar Visual: Pemasukan konten estetik di Instagram atau TikTok menciptakan standar visual yang tinggi. Pasangan harus presentable, tahu cara outfit yang benar, dan punya feed yang aesthetic.
Throning: Mencari Validasi: Fenomena Throning juga mulai terlihat. Ini adalah praktik mencari pasangan yang punya status sosial tinggi, popularitas, atau pengaruh signifikan (bukan melulu soal uang). Tujuannya? Meningkatkan citra diri atau status sosial si Gen Z itu sendiri.
Ini bukan gold digger, tapi lebih ke validasi sosial. Harga diri bisa terikat pada kemampuan ‘menyamai’ status pasangan.
Reverse Catfishing: Di sisi lain, muncul tren Reverse Catfishing, di mana Gen Z memilih jujur dan apa adanya di awal kencan (bahkan sengaja menunjukkan ‘kekurangan’) untuk memastikan pasangannya menerima keaslian, bukan citra palsu.
3. Gaya Kencan: Affordating Bukan Gengsi
Meskipun terpengaruh standar visual yang tinggi, secara finansial Gen Z Samarinda cenderung lebih realistis. Mereka memperkenalkan tren Affordating (kencan terjangkau/hemat).
Prioritas Keuangan: Sadar akan tantangan ekonomi, Gen Z memilih kencan yang tidak menguras dompet. Bukan lagi makan malam mewah, tapi lebih ke:
* Piknik Santai di Taman atau Tepi Sungai Mahakam.
* Ngopi di kedai lokal atau coffeeshop unik.
* Masak Bersama di rumah.
Fokus Kebersamaan: Affordating membuktikan bahwa yang penting adalah kebersamaan dan momen, bukan kemewahan. Ini juga mendorong kreativitas untuk menemukan spot kencan seru yang ramah di kantong.
4. Kriteria Pasangan Ideal: Sense of Humor & Support System
Jika Milenial cenderung mencari pasangan yang settle dan punya prospek karier, Gen Z lebih fokus pada koneksi emosional dan kualitas pribadi.
| Kriteria Utama Gen Z | Keterangan |
| Sense of Humor | Pasangan harus nyambung, bisa diajak bercanda, dan mengurangi stres. |
| Support System | Pasangan harus suportif terhadap passion, karier, dan mental health mereka. |
| Ambisi | Pasangan yang punya tujuan hidup dan tidak stagnan. |
| Kesehatan Mental | Mereka lebih terbuka membahas kesehatan mental dan mencari pasangan yang juga aware akan hal ini. |
Bisa dibilang, Perilaku memilih pasangan Gen Z Samarinda adalah cerminan dari era digital: cepat, selektif, dan penuh kontradiksi. Mereka menginginkan koneksi yang mendalam namun takut pada komitmen (Situationship). Mereka punya standar visual tinggi yang dipengaruhi sosmed (Throning) namun juga realistis dalam pengeluaran (Affordating). Intinya, mereka mencari pasangan yang bisa menjadi safe space dan support system di tengah ketidakpastian dunia. Kuncinya bukan lagi di cincin atau mobil mewah, tapi di vibe yang cocok dan kejujuran di balik layar ponsel. (tim redaksi nusaetamnews.com)