Subscribe

BENARKAH URBANISASI JADI PENGHUBUNG KRISIS EKOLOGI GLOBAL?

3 minutes read

Nusaetamnews.com : Lupakan supervillain dan musuh tak kasat mata. Menurut para ilmuwan, musuh utama kehidupan di Bumi kini memiliki satu nama yang sangat akrab: Urbanisasi.

Pertumbuhan kota yang gila-gilaan di seluruh dunia tidak lagi hanya soal macet dan gedung pencakar langit. Ia adalah pendorong utama krisis ekologis global—mulai dari iklim, air bersih, lautan, hingga biodiversity—mengubah lanskap planet dalam skala yang belum pernah ada sebelumnya.

Data dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sudah sangat blak-blakan: pada tahun 2020, kawasan perkotaan menyumbang sekitar tiga perempat dari total emisi setara karbon dioksida. Ini bukan lagi side problem, ini adalah pusat masalah.

Dengan lahan perkotaan yang diprediksi akan meningkat lebih dari tiga kali lipat antara 2015 dan 2050 (kata University of Oxford), kita sedang berpacu menuju bencana.

SOLUSI RADIKAL: Panggil Urban Science Advisory System!

Bagaimana cara menghadapi monster yang terdesentralisasi dan masif ini? Tim peneliti dari proyek internasional Peak Urban—yang melibatkan universitas-universitas top seperti Oxford dan Bristol—mengajukan usulan yang out of the box: pembentukan Urban Science Advisory System.

Badan ini diusulkan untuk bekerja langsung di bawah Majelis Umum PBB (UN General Assembly). Tujuannya sederhana tapi fundamental: menempatkan sains urban tepat di meja para pembuat kebijakan.Bukan Biorkrasi IPCC Versi Baru: Para ilmuwan menekankan, badan ini tidak dirancang sebagai birokrasi raksasa seperti IPCC. Mereka ingin sistem yang lebih kecil, efisien, dan agile. Mereka menyarankan meniru model Committee for Development Policy yang hanya terdiri dari 24 orang namun telah memberikan nasihat krusial kepada Dewan Ekonomi dan Sosial PBB sejak 1965.

BENARKAH KOTA ADALAH BOM WAKTU BENCANA EKOLOGI?

Urbanisasi bukan hanya membakar bahan bakar. Efek domino yang ditimbulkannya jauh lebih brutal:

  1. Kanibalisme Sumber Daya: Pertumbuhan kota memicu permintaan masif akan bahan mentah (pasir, logam, kayu). Jika kita terus membangun ala abad lalu (kepadatan rendah, intensif material dan energi), kita akan melampaui kemampuan Bumi untuk menyediakannya.
  2. Bye-Bye, Biodiversity!: Ekspansi lahan perkotaan adalah killer utama habitat. Ia memicu fragmentasi lahan non-perkotaan, mengganggu satwa liar, dan meningkatkan risiko kebakaran, hama, serta penyakit.
  3. Solusi yang Jadi Masalah Baru: Ironisnya, bahkan teknologi “hijau” seperti LED hemat energi menciptakan polusi cahaya yang merusak spesies nokturnal.
  4. Climate Migrants Mengerubungi Kota: Di Global South, migran iklim sering bergerak dari pedesaan ke kota-kota besar (bukan lintas negara), menambah tekanan infrastruktur yang sudah lemah.

Meskipun IPCC telah menugaskan laporan khusus tentang perubahan iklim dan kota untuk tahun 2024, para ilmuwan tegas mengatakan: ITU TIDAK CUKUP. Ancaman peradaban di abad ke-21 menuntut integrasi segera antara sains iklim dengan keahlian urban. Kita harus menggabungkan ilmu sistem kompleks dengan praktik reformasi tata kelola untuk memastikan tantangan urban tidak lagi terabaikan. (NG/one)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *