Arah Baru Kutai Barat: Prioritaskan Jalan untuk ‘Buka Isolasi’
Sendawar, Kutai Barat, nusaetamnews.com : Menjawab persoalan mendasar tentang isolasi geografis dan ketidakmerataan ekonomi, Pemerintah Kabupaten Kutai Barat (Kubar) telah menunjukkan arah kebijakan yang sangat fokus pada konektivitas dan infrastruktur. Namun, kritik tajam tetap menyertai, khususnya terkait kecepatan diversifikasi ekonomi yang berorientasi kerakyatan untuk melepaskan diri dari jerat sumber daya ekstraktif.
Strategi ‘Palu dan Godam’ Pemkab: Infrastruktur sebagai Kunci
Kebijakan Pemkab Kubar saat ini sangat jelas, menempatkan pembangunan infrastruktur akses jalan sebagai prioritas utama dan kunci untuk mengentaskan ketertinggalan, sekaligus sebagai langkah awal untuk mengoptimalkan peran Kubar sebagai daerah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN).
Memerangi Isolasi dengan Konektivitas Kampung
Fokus Jalan ‘Keras’: Bupati Kubar secara eksplisit menyatakan bahwa pembangunan jalan rigid beton telah menjadi fokus utama selama dua periode kepemimpinannya, dengan target konektivitas antar-kampung dan antar-kecamatan. Persentase jalan yang sudah dibeton diklaim mencapai 60-70% di beberapa wilayah, seperti Kecamatan Damai.
Program Kolaborasi Konektivitas: Pemkab Kubar telah meluncurkan program Kolaborasi Konektivitas Kampung Tertinggal, bertujuan untuk membangun akses antar-kampung demi mendorong pertumbuhan ekonomi dan mencapai target zero desa tertinggal pada tahun 2024. Proyek-proyek strategis seperti pembangunan jembatan di Muara Asa menjadi bukti nyata dari komitmen ini.
Logika Kebijakan: Pejabat daerah berargumen bahwa “Tanpa akses yang memadai, segala program cerdas akan sulit untuk diwujudkan.” Ini menunjukkan bahwa Pemkab Kubar melihat infrastruktur bukan hanya sebagai fisik, tetapi sebagai prasyarat utama untuk berhasilnya program-program ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.
Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem yang Terarah
Pemkab juga gencar melakukan upaya penghapusan kemiskinan ekstrem melalui intervensi yang lebih spesifik:
Program Rumah Layak Huni (RLH): Program ini tidak hanya menyediakan bantuan atap, lantai, dan dinding (ALADIN), tetapi juga dilengkapi dengan sanitasi dan listrik, menunjukkan pendekatan holistik terhadap dimensi kemiskinan. Program ini bahkan melibatkan kolaborasi dengan perusahaan pertambangan swasta.
Pendekatan Komprehensif: Dalam evaluasi penanggulangan kemiskinan, Pemkab menegaskan bahwa penanganan kemiskinan harus komprehensif, tidak hanya dari pendapatan, tetapi juga melibatkan pendekatan ekonomi, sosial, budaya, dan karakteristik geografis setiap wilayah.
Tantangan dan Kritik: Lambatnya Transformasi Ekonomi
Meskipun fokus pada infrastruktur disambut baik, terutama oleh warga di wilayah terisolasi, kebijakan Kubar masih menghadapi kritik dalam hal transformasi ekonomi.
Ancaman Ketergantungan (Lama) yang Belum Teratasi
Prioritas pembangunan yang dicanangkan untuk Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) tahun 2026 mencakup “Pengembangan hilirisasi, pariwisata, dan ekonomi unggulan daerah sebagai pondasi ekonomi baru.” Namun, langkah nyata dan cepat untuk membalik dominasi sektor pertambangan (yang masih menyumbang hampir 50% PDRB) dinilai masih lambat.
Hilirsasi vs. Ekstraktif: Keberhasilan program konektivitas jalan harus diimbangi dengan pemberdayaan sektor non-tambang. Jika jalan yang dibangun hanya digunakan untuk mempermudah mobilisasi hasil tambang, maka ketergantungan ekonomi Kubar tidak akan berubah, hanya “dipercepat.”
2. Pemberdayaan Adat dan Lingkungan
Kebijakan pembangunan yang digulirkan, khususnya terkait infrastruktur dan pengembangan kawasan ekonomi potensial, harus sangat hati-hati agar tidak mengulangi kesalahan masa lalu yang memicu konflik lahan dan merusak lingkungan. Meskipun Pemkab mencantumkan “Penguatan masyarakat yang berkarakter berbasis… identitas budaya,” implementasi kebijakan perlindungan masyarakat adat dan keberlanjutan lingkungan di tengah tekanan pembangunan IKN perlu mendapat perhatian khusus. Pemerintah Kutai Barat telah melakukan langkah yang benar dan terukur dengan menjadikan konektivitas dan pemerataan infrastruktur sebagai fondasi utama peningkatan kesejahteraan. Ini adalah jawaban langsung terhadap persoalan mendasar berupa isolasi geografis. Namun, ujian sesungguhnya adalah: Apakah fondasi konektivitas ini akan digunakan untuk memperkuat model ekonomi lama (tambang) atau untuk mendorong transisi yang cepat dan inklusif menuju ekonomi kerakyatan, pertanian, dan pariwisata yang berkelanjutan? Keberhasilan Kubar ke depan sangat tergantung pada jawaban atas pertanyaan tersebut. (SW)