Akses dan Kualitas Hidup di Pedalaman Kutai Barat Masih Jauh Tertinggal
Kutai Barat. Nusaetamnews.com: Meskipun dikenal kaya akan sumber daya alam dan tengah berupaya memacu pembangunan di tengah rencana pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kabupaten Kutai Barat (Kubar) masih menghadapi jurang pemisah yang lebar dalam hal pemerataan pembangunan. Ketimpangan ini tidak hanya terasa pada kualitas infrastruktur fisik, tetapi juga tercermin dari rendahnya capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah pedalaman.
Infrastruktur: Jalan Konektivitas yang Pincang
Salah satu tantangan paling nyata adalah isu infrastruktur dasar. Pemerintah Kabupaten Kubar mengakui bahwa konektivitas antar kampung, kecamatan, dan pusat-pusat kegiatan ekonomi baru mencapai sekitar 47% dalam kondisi mantap. Ini berarti, sebagian besar akses jalan utama—terutama di kawasan hulu dan terpencil—masih dalam kondisi buruk.
Kondisi geografis Kubar yang luas, berawa, dan berjarak jauh antar wilayah, menuntut biaya pembangunan infrastruktur yang sangat tinggi. Kerusakan jalan poros seringkali menghambat mobilitas warga, terutama masyarakat lokal Suku Dayak, dalam mengakses pasar dan layanan publik di ibu kota kabupaten (Sendawar). “Pembangunan jalan di wilayah kami tidak bisa menggunakan metode konvensional biasa, karena medannya berlumpur dan rawan banjir. Membutuhkan teknik konstruksi yang mahal, seperti sistem jembatan atau pile slab, agar jalan bisa bertahan lama,” ungkap seorang pengamat lokal, menyiratkan bahwa pembangunan yang tidak sesuai dengan karakter geografis akan terus menyia-nyiakan anggaran perbaikan rutin.

Kesenjangan SDM: Ancaman Stagnasi di Pedalaman
Isu yang tak kalah krusial adalah ketimpangan pembangunan manusia. Data menunjukkan bahwa Kubar, bersama Kabupaten Mahakam Ulu, kerap menempati posisi IPM terendah di Kalimantan Timur. IPM yang rendah ini merupakan cerminan dari terbatasnya akses masyarakat terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang memadai.
Meskipun secara administrasi desa-desa di Kubar telah mengalami perbaikan infrastruktur, penyebaran manfaat pembangunan seringkali tidak merata. Beberapa kampung, seperti Kampung Sentalar di Kecamatan Nyuatan dan Desa Gerunggung di Kecamatan Bongan, masih dikategorikan sebagai desa sangat tertinggal.
Krisis Tenaga Pendidik dan Kesehatan:
Masalah ini diperparah dengan kekurangan tenaga pengajar (guru) dan kesehatan yang enggan bertugas di daerah terpencil. Akibatnya, kualitas pendidikan di pedalaman tertinggal, sementara kasus-kasus kesehatan kritis, termasuk stunting, sulit diatasi secara optimal.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kaltim berulang kali menekankan bahwa prioritas investasi seharusnya ditekankan pada pembangunan sumber daya manusia (SDM), bukan hanya infrastruktur fisik. Tanpa pendidikan dan layanan kesehatan yang layak, wilayah pedalaman akan terus tertinggal meskipun memiliki potensi kekayaan alam yang melimpah.
Kemiskinan dan Konflik Lahan: Dampak Eksploitasi Sumber Daya
Selain masalah akses, ketimpangan di Kubar juga dipicu oleh model pertumbuhan ekonomi yang sangat bergantung pada eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan (batubara, kayu, dll.). Temuan penelitian menunjukkan bahwa meskipun desentralisasi membawa peluang, kesenjangan kesejahteraan di tingkat kampung justru meningkat secara dramatis.
Kesenjangan ini diperparah oleh:
- Penyebaran Manfaat yang Tidak Merata: Keuntungan ekonomi dari perusahaan besar seringkali tidak dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat lokal.
- Meningkatnya Konflik: Konflik antarwarga, dan antara warga dengan perusahaan, meningkat tajam, kebanyakan dipicu oleh masalah lahan dan sumber daya alam yang nilainya semakin tinggi.
Pemerintah Kabupaten Kubar sendiri telah menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem menjadi 0% dalam waktu dekat. Namun, upaya penanganan kemiskinan dinilai harus dilakukan secara komprehensif, tidak hanya berfokus pada pendapatan per kapita, tetapi juga memperhatikan faktor sosial, budaya, dan karakteristik geografis yang mengisolasi wilayah.
Perlu kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah daerah, provinsi, dan swasta untuk memastikan bahwa kekayaan alam Kutai Barat benar-benar menjadi fondasi bagi kesejahteraan yang adil dan merata, menjangkau setiap sudut desa di jantung Borneo. (Setia Wirawan)