Samarinda Dalam Cengkeraman Narkoba: Kontras Pengungkapan Mega dan Transaksi ‘Terbuka’ di Lapangan
Samarinda, Kalimantan Timur (nusaetamnews.com) – Kota Samarinda kembali menjadi sorotan nasional setelah jajaran Polresta Samarinda berhasil membongkar jaringan narkotika antarprovinsi dan menyita barang bukti fantastis: lebih dari 7,1 Kilogram (Kg) Sabu pada bulan November 2025. Pengungkapan besar ini, yang melibatkan penangkapan empat pelaku dan jaringan yang dikendalikan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di luar Kaltim, menjadi bukti bahwa Samarinda adalah pasar penting dalam peta peredaran narkoba skala besar di Indonesia.
Namun, di balik keberhasilan aparat yang patut diapresiasi, muncul pertanyaan dan keresahan masyarakat terkait realitas peredaran narkoba di tingkat akar rumput—fenomena “loket” narkoba yang disebut-sebut beroperasi secara terbuka dan masif, seolah luput dari pantauan.
Pengungkapan 7 Kg: Jaringan Lintas Provinsi dan Pengendali dari Balik Jeruji
Penangkapan 7,1 Kg Sabu oleh Satresnarkoba Polresta Samarinda menunjukkan beberapa poin krusial:
Skala Lintas Provinsi: Barang bukti yang dikemas dalam bungkus teh hijau, metode umum jaringan internasional, mengindikasikan Samarinda menjadi pintu gerbang atau titik distribusi untuk jaringan yang lebih besar, dengan kendali operasional berada di luar daerah, bahkan dari Lapas di Sulawesi Selatan.
Modus Operandi Terorganisir: Jaringan ini melibatkan kurir, penyimpan, dan pengedar dengan peran yang terstruktur, menunjukkan tingkat organisasi yang kompleks meskipun dikendalikan oleh Narapidana (Napi).
Ancaman Hukuman Berat: Para tersangka yang dijerat dengan Undang-Undang Narkotika terancam hukuman mati, penjara seumur hidup, atau minimal 6 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, sebagai bentuk keseriusan aparat dalam memberantas bandar besar.
Keberhasilan ini adalah hantaman telak bagi pemasok narkoba tingkat regional dan menyelamatkan ribuan jiwa dari potensi penyalahgunaan, mengingat 7 Kg Sabu memiliki nilai fantastis yang mencapai miliaran rupiah.
Fenomena “Loket” Narkoba: Transaksi Terbuka yang Mencoreng Wajah Kota
Kontras dengan pengungkapan besar di atas, masyarakat Samarinda berulang kali menyuarakan kegelisahan mereka tentang keberadaan “loket” atau “gang” narkoba di beberapa wilayah padat penduduk. Berdasarkan laporan masyarakat dan penggerebekan yang dilakukan oleh BNN Provinsi Kaltim beberapa waktu lalu, loket ini ditengarai beroperasi:
Secara Terbuka: Transaksi jual beli terjadi hampir 24 jam, dengan pembeli yang datang silih berganti. Dalam beberapa kasus, penggerebekan oleh BNN pada Agustus 2025 di kawasan Jalan AM Sangaji (Gang 1 dan Gang 3) bahkan mendapati para pengedar utama berhasil kabur setelah menerima “sinyal” dari pemantau (sniper), namun pembeli tetap berdatangan.
Keberadaan yang Eksis: Meskipun kerap digerebek, praktik “loket” ini terbukti masih eksis dan beroperasi, bahkan diduga ada migrasi pemain baru dari daerah lain.
Pertanyaan Krusial
Strategi Penegakan Hukum: Apakah fokus penegakan hukum hanya tertuju pada pengungkapan kasus besar (Big Fish) sehingga melalaikan pemberantasan pengedar kecil di tingkat lokal? Atau, apakah penggerebekan ‘loket’ memang sangat menantang karena topografi area (misalnya dekat sungai/gang sempit) yang memudahkan pengedar utama melarikan diri?
Berdasarkan pengungkapan BNN, para pengedar di loket seringkali memiliki sistem peringatan dini, menunjukkan tingkat kewaspadaan yang tinggi terhadap aparat. Dalam penggerebekan, fokus BNN sering diarahkan pada pengguna (korban) untuk direhabilitasi, sementara pengedar utama lolos.
Tantangan Pemberantasan Narkoba di Samarinda
Kondisi di Samarinda menunjukkan dilema yang dihadapi dalam pemberantasan narkoba:
| Aspek | Pengungkapan 7 Kg (Tingkat Bandar) | Fenomena Loket (Tingkat Eceran) |
| Sifat Jaringan | Lintas Provinsi, Terorganisir, Kendali Lapas | Lokal, Terbuka, Transaksi 24 Jam |
| Tujuan Operasi | Memutus mata rantai pasokan besar | Memutus mata rantai permintaan dan peredaran lokal |
| Dampak Sosial | Menyelamatkan kota dari pasokan narkoba besar | Merusak moral dan keamanan lingkungan sekitar secara langsung |
Pengungkapan 7 Kg Sabu adalah langkah maju yang signifikan dalam memotong pasokan regional. Namun, selama “loket-loket” eceran masih beroperasi secara terbuka, menunjukkan bahwa permintaan di tingkat lokal masih sangat tinggi, dan mata rantai peredaran tetap hidup.
Kronologi Detail Pengungkapan 7,1 Kg Sabu (November 2025)
Pengungkapan besar ini merupakan hasil kerja keras dan penyelidikan mendalam oleh Satuan Reserse Narkoba Polresta Samarinda selama beberapa waktu.
1. Titik Awal Penyelidikan (Informasi Intelijen)
Aparat menerima informasi intelijen mengenai adanya peredaran narkoba skala besar yang akan masuk ke Samarinda. Jaringan ini diduga kuat dikendalikan oleh seorang narapidana dari Lapas di Sulawesi Selatan.
2. Penangkapan Pertama: Kurir Lapangan
Tim melakukan pengintaian intensif. Penangkapan pertama berhasil dilakukan terhadap seorang kurir lapangan yang membawa barang dalam jumlah kecil, yang kemudian memberikan petunjuk penting mengenai lokasi penyimpanan dan jaringan yang lebih besar.
3. Penggerebekan Utama dan Penyitaan 7,1 Kg Sabu
Berdasarkan pengembangan dari penangkapan awal, tim berhasil mengidentifikasi dan menggerebek lokasi penyimpanan utama di Samarinda. Di lokasi tersebut, polisi menyita barang bukti Sabu seberat 7.137,88 gram (sekitar 7,1 Kg) yang dikemas rapi dalam bungkus teh Cina (teh Guanyinwang), modus operandi yang umum digunakan oleh jaringan internasional.
4. Penangkapan Tambahan dan Identifikasi Pengendali
Dalam operasi lanjutan, total empat tersangka berhasil diamankan. Dari hasil interogasi, terungkap bahwa barang haram tersebut merupakan milik seorang napi yang mendekam di Lapas di luar Kaltim. Pengendalian dilakukan melalui komunikasi telepon seluler dari dalam Lapas.
5. Tindak Lanjut dan Jeratan Hukum
Para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) Subsider Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Kasus ini kemudian dikembangkan lebih lanjut untuk memutus rantai pasokan dari pemasok utama ke pengendali Lapas. (one)