Subscribe

Wajah Baru Pasar Pagi Samarinda: Merawat Tradisi, Merangkul Modernitas

3 minutes read

Revitalisasi Pasar Pagi, salah satu pasar tradisional tertua dan landmark Kota Samarinda, kini hampir rampung. Proyek ambisius Pemerintah Kota (Pemkot) ini bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan penegasan visi untuk memajukan perekonomian lokal sambil tetap memelihara nilai-nilai pasar rakyat. Gedung bertingkat tujuh yang modern ini diharapkan menjadi solusi atas berbagai masalah klasik yang melanda Pasar Pagi, mulai dari kondisi bangunan yang kurang layak, kapasitas pedagang yang melebihi batas, hingga kesemrawutan penataan.

Langkah Pemkot Samarinda di bawah kepemimpinan Wali Kota Andi Harun patut diapresiasi. Revitalisasi ini merupakan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kualitas layanan bagi pedagang dan masyarakat, serta menjaga daya saing pasar tradisional di tengah gempuran pasar modern. Konsep desain yang mengedepankan sirkulasi udara alami dan mengelompokkan jenis dagangan (zona basah, kering, grosir) di lantai-lantai berbeda menunjukkan adanya perencanaan matang untuk menciptakan lingkungan berbelanja yang lebih sehat, tertib, dan nyaman.

Namun, di balik kemegahan bangunan baru, terdapat beberapa isu krusial yang memerlukan perhatian serius dan pengawasan ketat dari Pemkot sebelum pasar ini resmi beroperasi.

Pertama, prioritas bagi pedagang lama. Pemkot telah berkomitmen untuk memprioritaskan pedagang lama yang terdata dan aktif. Komitmen ini harus dilaksanakan secara transparan dan adil melalui mekanisme yang jelas, seperti pengundian penempatan kios berdasarkan segmen, untuk menghindari kecemburuan dan potensi konflik. Pedagang lama adalah jiwa dari Pasar Pagi; keberlangsungan usaha mereka harus terjamin.

Kedua, polemik ruko bersertifikat hak milik (SHM). Meskipun sebagian besar telah menemukan titik temu, sisa persoalan dengan beberapa pemilik ruko di kawasan Jalan Mas Tumenggung yang bersertifikat SHM harus diselesaikan secara humanis dan tuntas. Pendekatan negosiasi, tukar guling, atau pembebasan lahan harus mengedepankan kepastian hukum dan rasa keadilan. Revitalisasi tidak boleh menimbulkan ketegangan sosial yang berkepanjangan.

Ketiga, manajemen pasar dan penataan lingkungan. Pasar baru yang megah akan sia-sia tanpa pengelolaan profesional. Isu kebersihan, keamanan, dan yang tak kalah penting, pengaturan lalu lintas dan parkir, harus segera dipastikan. Kebijakan parkir progresif, misalnya, perlu dikaji ulang agar tidak memberatkan pedagang yang beraktivitas seharian. Mereka membutuhkan skema parkir khusus, seperti kartu langganan, agar biaya operasional tidak melonjak. Selain itu, penataan pedagang di dalam maupun di luar gedung harus diawasi secara berkelanjutan agar tidak kembali terjadi kekumuhan dan ketidaktertiban.

Pasar Pagi bukan hanya pusat transaksi ekonomi, tetapi juga cerminan budaya dan sejarah kota. Dengan revitalisasi ini, Pasar Pagi memiliki potensi besar untuk menjadi pusat perbelanjaan yang modern sekaligus sentra interaksi sosial yang khas. Keberhasilan proyek ini akan diukur tidak hanya dari selesainya pembangunan fisik, tetapi juga dari kembalinya denyut ekonomi pedagang lama dan terciptanya pengalaman berbelanja yang nyaman bagi seluruh warga Samarinda. Pemkot Samarinda kini berada di tahap krusial, yaitu transisi dari pembangunan fisik ke pengelolaan operasional. Momentum ini harus dimanfaatkan untuk memastikan bahwa filosofi pasar tradisional—tempat interaksi yang hidup—tetap dipertahankan, sementara efisiensi dan kenyamanan pasar modern dirangkul sepenuhnya. Masyarakat dan pedagang menanti janji akan Pasar Pagi yang lebih baik. Kegagalan di tahap ini akan berdampak buruk, menjadikan pasar baru sekadar bangunan tanpa roh. Saatnya semua pihak, dari Pemkot, pedagang, hingga masyarakat, bahu-membahu menjaga aset kebanggaan Kota Samarinda ini. (setia Wirawan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *