Solidaritas Kaltim Menggema: Tolak Pemotongan DBH, Sebut Kebijakan ‘Tidak Manusiawi’ bagi Daerah Penghasil SDA
SAMARINDA, nusaetamnews.com : Rencana pemotongan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat untuk Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memicu gelombang penolakan yang masif dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) daerah. Mulai dari unsur Pemerintah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI perwakilan Kaltim, hingga organisasi masyarakat sipil (ornop) dan mahasiswa, semuanya menyatakan sikap menolak keras kebijakan fiskal yang dinilai tidak adil dan akan melumpuhkan pembangunan daerah.
Tokoh yang lantang menyuarakan perlawanan ini adalah Untoro Rajabulan, mantan Koordinator Koalisi Ornop Kaltim. Ia menyerukan seluruh komponen masyarakat Kaltim untuk bersatu dan siap memimpin perlawanan ke pusat.
DBH Dipangkas, Pembangunan Terancam Lumpuh
Kekhawatiran utama para stakeholder adalah dampak sistemik pemotongan DBH terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim. Provinsi yang selama ini dikenal sebagai salah satu lumbung energi dan sumber daya alam (SDA) nasional—melalui sektor minyak, gas, dan batu bara—merasa tidak dihargai kontribusinya.
Pemotongan DBH yang dikabarkan mencapai angka signifikan tersebut dikhawatirkan akan memangkas anggaran untuk sektor-sektor vital seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar, terutama di tengah kebutuhan dana besar untuk pengembangan wilayah di luar Ibu Kota Nusantara (IKN) dan transisi energi hijau.
Wakil Gubernur dan DPRD Kaltim telah mengambil langkah resmi dengan mengirimkan surat keberatan dan meminta dialog langsung dengan Menteri Keuangan untuk menegosiasikan ulang alokasi ini, menuntut asas keadilan fiskal yang sepadan dengan kontribusi Kaltim bagi penerimaan negara.
Kritik Keras: ‘Pemotongan DBH Tidak Manusiawi’
Untoro Rajabulan, sosok yang dikenal aktif dalam gerakan masyarakat sipil Kaltim, menyampaikan kritik pedasnya. Menurutnya, pemotongan DBH bagi daerah penghasil SDA seperti Kaltim adalah kebijakan yang ‘tidak manusiawi’.
“Kami di Kaltim adalah tulang punggung energi bangsa. Sumber daya kami dikuras habis untuk kepentingan nasional, tetapi saat pembagian hasil, kami justru di-diskriminasi dengan pemotongan yang drastis,” tegas Untoro dalam wawancara eksklusif. “Daerah penghasil yang harusnya mendapatkan imbalan yang adil untuk perbaikan lingkungan, kesehatan, dan pendidikan rakyat, malah dipangkas anggarannya. Ini tidak manusiawi lagi,” lanjutnya dengan nada tegas.
Untoro menekankan bahwa formula DBH telah diatur jelas dalam undang-undang untuk menjamin daerah penghasil mendapatkan haknya. Pemotongan sepihak tanpa mempertimbangkan kondisi riil di lapangan, apalagi di tengah status Kaltim sebagai penyangga IKN, dinilai sangat merugikan.
Seruan Bersatu dan Siap Pimpin Perlawanan ke Pusat
Melihat keseriusan dampak dan kekecewaan kolektif, Untoro Rajabulan menyerukan persatuan total seluruh komponen stakeholder Kaltim.
“Saya berharap seluruh komponen stakeholder Kaltim bersatu, dari Gubernur hingga nelayan, dari DPRD hingga mahasiswa, dari pengusaha hingga aktivis. Kita harus menunjukkan soliditas dan kekuatan daerah penghasil,” serunya.
Tak hanya menyerukan solidaritas, Untoro bahkan menyatakan kesiapannya untuk memimpin perjuangan menuntut keadilan fiskal ini langsung ke Jakarta. “Jika langkah lobi dan negosiasi formal tidak membuahkan hasil yang adil, maka saya siap memimpin perlawanan ke pusat. Kita akan bawa suara rakyat Kaltim, menuntut hak kami sebagai daerah penyumbang devisa terbesar. Ini bukan hanya soal angka, ini soal kesejahteraan rakyat Kaltim,” pungkas Untoro, mengindikasikan bahwa aksi massa dan advokasi politik yang lebih keras mungkin akan menjadi pilihan terakhir.
Seruan Untoro ini diharapkan dapat menjadi katalis untuk menggalang kekuatan politik dan sosial yang lebih besar, menekan pemerintah pusat agar meninjau ulang rencana pemotongan DBH Kaltim demi terciptanya keadilan dan kepastian pembangunan daerah. (one)